Rabu, 22 Desember 2010

Kebun Sawit, dan Kharotin

        Bukan artis, politikus,  tetapi buruh.

 Dikalimantan tengah sendiri memiliki berbagai macam perusahaan yang berorientasi dibidang sawit, salah satunya adalah PT Binasawit Adipratama, Km 105, Sampit. Selama beberapa hari saya menetap disitu dalam rangka pelatihan jurnalistik, bersama kawan-kawan dari berbagai tempat dikalteng, dan beragam profesi. Disana bertemu juga dengan beberapa buruh sawit, kebetulan mereka suami isteri.

Namanya Bapak kharotin, dia adalah seorang berdarah jawa yang berasal dari kebumen, jawa tengah. Bersama isteri dan kedua anaknya, Semenjak tujuh tahun yang lalu dia mengawali kehidupan baru di kebun sawit. Disitu,  Profesi yang ditempuhnya adalah sebagai buruh harian perawatan kelapa sawit. Sedangkan isterinya sebagai karyawan memasak di kantinnya buruh sawit. Komariah nama isterinya.

            Alasan mereka sehingga memutuskan untuk hijrah bekerja ke Kalimantan, adalah karena tawaran salah seorang kolega mengenai pekerjaan yang menjanjikan dikebun kelapa sawit. Berawal dari ketidak sengajaan saya untuk berbelanja sebungkus nikotin dan sebuah pemantik api diwarung bu komariah. Bu komariah wanita berusia sekitar 60an ini memiliki mimik wajah yang serius, mata yang tajam dan memiliki gigi bagian atas palsu berjumlah 3, yang sepertinya itu terbuat dari timah. Dan bapak kharotin duduk bertelanjang dada disebelah kiri warung, tepatnya dibangku kayu tanpa sandaran, dibelakang rumah mereka. Kulitnya hitam legam, perutnya buncit, bulu dadanya panjang namun jarng-jarang, menyambung sampai perut. Meski janggutnya sudah putih tapi punggungnya terihat masih tegak dan berisi.

            Perlahan saya dekati dan menyapanya, dia membalasnya dengan senyum kecil yang hangat. Pra perkenalan pun dimulai, dengan tepukan dipundak dari bu komariah sambil meyodorkan uang kembalian. Setelah dipersilahkan duduk, saya pun memulai perkenalan. Disusul perbincangan dan beberapa pertanyaan kepada mereka. Tidak terlalu lama kami berbincang. Namun ada semacam kegelisahan yang bisa ditangkap dari hasil yang singkat itu. Adanya diskriminasi menyangkut profesi mereka, pembagian kelas buruh SKO dan BHL. SKO lebih enak daripada BHL, kalau SKO pendidikan untuk anak gratis dan pelayanan kesehatan umumnya diberikan. Sedangkan BHL, bila ingin mendapatkan pendidikan harus bayar, pelayanan kesehatannya pun tidak diberikan, upahnya juga rendah. Bila sakit, terpaksa mereka harus cari rumah sakit di luar dari areal habitatnya.

Kebun kelapa sawit adalah sebuah eksploitasi terhadap sumber daya alam, sekaligus buruh atau kaum pekerjanya disitu. Mengapa disebut eksploitasi? Karena dalam metode pembentukan kebun kelapa sawitnya sendiri, menggunakan cara cara yang berlandaskan kerakusan, kotor, semena-mena tanpa memperdulikan dampak yang akan terjadi terhadap wadah yang dikatakan kaya akan sumber daya alam itu. Yang penting mereka untung, namun mengacuhkan kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan nanti, dan kesejahteraan masyarakat local yang tinggal di tempat itu. Sedangkan ekploitasi terhadap buruhnya adalah, upah rendah yang diberikan namun resiko pekerjaan besar, tidak adanya asuransi jiwa terhadap buruh, pelayanan kesehatan yang diskriminatif.


             Apakah keadilan mengenai hak dan jaminan keselamatan, serta kesehatan buruh sudah terpenuhi?
            Sedangkan eksploitasi terhadap kaum pekerja, perampasan sumber daya alam, dan pengrusakan lingkungan bertopeng sawit, masih dan sedang berlangsung…

           
 

1 komentar: